Kamis, 13 September 2012

Grebeg Maulud tradisi Kraton Yogyakarta

Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota Budaya, memiliki berbagai kegiatan budaya yang patut kita pelajari. Salah satunya adalah kegiatan Gunungan atau dikenal dengan Grebegan. Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan.




 
Jenis Kegiatan Grebeg
Pada Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada kerabat Puro Paku Alaman.
Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah.

Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka ditambah dengan satu pareden kakung dan satu pareden kutug.

Rangkaian Kegiatan Grebeg Mulud
Grebeg Muludan yang diadakan pada tanggal 12 (persis di hari ulang tahun Nabi Muhammad s.a.w.) biasanya dimulai jam 8:00 pagi. Dengan dikawal oleh 10 macam prajurit Kraton: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Surokarso, dan Bugis, sebuah Gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju masjid Agung.

Setelah dido'akan Gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari Gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka. Bagian Gunungan yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar sawah mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka.

Kirab prajurit keraton mengawali keluarnya dua pasang gunungan grebeg maulud yang di antaranya berisi sayur mayur dan jajanan pasar. Dua gunungan itu adalah sedekah Sri Sultan Hamengku Buwono X dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadininggrat.

Di Masjid Besar Kauman, Yogyakarta, gunungan didoakan terlebih dahulu oleh penghulu masjid, diikuti warga yang hadir. Namun banyak warga tak sabar dan langsung berhamburan memperebutkan isi gunungan yang dipercaya membawa berkah.

Pengertian GununganGunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makanan kering lainnya.

Gunungan estri berbentuk seperti keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari makanan kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak pengangkut yang disebut Jodhang.

Gunungan pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang dari daun kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga ditempatkan dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru.
Gunungan gepak berbentuk seperti gunungan estri hanya saja permukaan atasnya datar.

Gunungan dharat juga berbentuk seperti gunungan estri namun memiliki permukaan atas yang lebih tumpul. Kedua gunungan terakhir tidak ditempatkan dalam jodhang melainkan hanya dialasi kayu yang berbentuk lingkaran.

Gunungan kutug/bromo memiliki bentuk khas karena secara terus menerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari kemenyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembali ke dalam keraton untuk di bagikan kepada kerabat kerajaan.

sumber: wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar